Berbicara keanekaragaman budaya dan suku di Indonesia, tentunya
tidak lepas dari jawa timur sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan termasuk pada provinsi terluas dibandingkan provinsi lain di pulau jawa, sedangkan
jika ditinjau dari aspek penggunaan bahasa daerah, kiranya jawa timur
memiliki dua diversifikasi suku yang dominan, dua suku yang cukup mendominasi
di wilayah jawa timur, yaitu Jawa dan Madura.
Meskipun sebenarnya pembagian tersebut diatas masih terlalu sempit
jika dibandingkan dengan diversifikasi keterwakilan suku dari tinjauan letak
geografis, yang mana hal ini disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya
karena di jawa timur di masa kerajaan terdapat beberapa kerajaan, jawa timur
terdiri atas beberapa pulau, dan terjadinya perpindahan penduduk dari daerah
satu ke daerah lain di jawa timur, sehingga beberapa factor tesebut mampu
membentuk polarisasi suku.
Keanekaregaman suku tentunya dapat dibedakan dengan budaya dan
corak masyarakatnya, kelompok masyarakat yang berbeda sukunya kaya dengan
budaya didalamnya, hal ini menjadi pembeda dan memiliki ciri khas tersendiri, daerah
Jawa Mataraman (jawa timur bagian barat) mencerminkan corak kebudayaan kerajaan
mataram, sedangkan Daerah Arek (Surabaya dan sekitarnya) menganut budaya khas
jawa timur, dengan militansi kelompok yang kuat dan jiwa patriotik, dua daerah
terakhir memliki kecendrungan budaya yang sama, Daerah Pulau Madura dan daerah Pandalungan
(Tapal Kuda).
Masyarakat dengan corak “Pandalungan” mendominasi wilayah tapal
kuda (Pasurusan sampai jawa timur bagian timur), corak masyarakat pandalungan adalah
perpaduan antara suku jawa dan Madura, di daerah ini banyak kelompok masyarakat
menggunakan bahasa Madura sebagai bahasa percakapan sehari-hari, meskipun
secara geografis tidak termasuk pada wilayah kepulauan Madura, sebagian budaya
dan kebiasaan masyarakatnya pun memiliki kesamaan dengan masyarakat Madura, hal
ini disebabkan karena sebagaian masyarakat di daerah tapal kuda bersuku Madura.
Sedangkan Pulau Madura sendiri memiliki keragaman budaya dan
kearifan lokal, salah satunya Setiap rumah di pulau madura terdapat “kobhung”,
hal ini dapat dijumpai dari semua wilayah kabupaten di kepulauan madura.
kobhung adalah kata lain musholla kecil, Pada umumnya kobhung terbuat dari kayu
dan bangunannya berbentuk rumah panggung, terdapat ruang terbuka di bawah alas
dasarnya, kobhung tersebut biasanya digunakan oleh masyarakat madhura sebagai
tempat untuk ibadah, seperti sholat, dzikir, dan mengaji.
Di daerah lain di
jawa timur penulis tidak menemukan keunikan sebagaimana yang penulis paparkan
diatas, bahkan umumnya di daerah lain selain madura ketika suatu rumah memiliki
musholla, baik musholla yang berbentuk bangunan gedung, maupun berbentuk
kobhung identik dengan tokoh masyarakat, yang menjadikan musholla tersebut
sebagai tempat untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran Al-Qur’an, berbeda dengan masyarakat madura yang hampir disetiap
di rumah ditemukan musholla kecil, dan mayoritas berbentuk kobhung.
Fungsi kobhung di kalangan masyarakat madura pada perkembangannya
tidak hanya digunakan sebagai pusat kegiatan ibadah saja, dalam beberapa
kegiatan keagamaan lainnnya kobhung juga dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan
kegiatan tersebut, diantaranya ketika si pemilik melaksanakan acara walimatul
ursy (tasyakkuran pernikahan), tahlilan, koloman/kamrat, atau hajatan lainnya, kobhung
juga dijadikan sebagai bagian yang urgen dalam kegiatan tersebut, bahkan sebagai
tempat khusus bagi tamu kehormatan.
Tidak hanya itu, pada waktu-waktu senggang biasanya kobhung juga
dijadikan sebagai sarana untuk berkumpul dengan keluarga, menjamu sanak family,
kerabat, sahabat yang datang dari jauh untuk keperluan silaturrami, dengan kerangka
bangunan kobhung yang notabene lebih tinggi dari permukaan tanah seakan menjadi
filosofi kemulyaan kegiatan keagamaan yang diselenggarakan dan orang-orang yang
dijamu diatas kobhung, karena sejatinya kegiatan keagamaan dan silaturrhami sebagaimana
yang penulis singgung diatas tak lain adalah bagian dari ibadah..
Sementara kita tarik dulu pembahasan ini pada
segmen sejarah, Dalam sejarah perkembangan pendidikan islam ada dua lembaga
pendidikan yang memegang peranan penting pada penyebaran agama di pulau jawa,
yakni : Langgar dan Pesantren, sebagaimana maklum bahwa pesantren sebagai
lembaga pendidikan tertua di indonesia, menjadikan langgar sebagai pusat kajian
keilmuan dan sebagai pusat dari semua kegiatan, sebelum fasilitas lain
terbangun dengan rapi di sebuah pesantren, pasti laggar akan di bangun lebih
awal.
Dari sini sementara dapat disimpulkan bahwa langgar ini tidak dapat dipisahkan
pula dari perkembangan islam di tanah air, Langgar, Musholla dan Kobhung adalah
sebuah term yang memiliki fungsi yang sama, sebuah visualisasi tempat ibadah
dan pusat kegiatan. tentunya kobhung yang banyak dijumpai di pulau madura dapat
dikatakan sebagai simbol bahwa masyarakat madura kental akan nilai-nilai
keislamannya, dan masyarakatnya memiliki tingkat ketaatan yang tinggi terhadap
agama, jika langgar merupakan pusat kegiatan ibadah dan pusat kajian keilmuan
di sebuah pesantren, maka kobhung tentunya menjadi pusat kegiatan ibadah dan
kegiatan keagamaan lainnya bagi masyarakat madura. Wallahu A’alam.
* Salah satu fungsionaris MTs.
Mambaul Ulum Bata-Bata, lahir di daerah tapal kuda dan bersuku madura.
Posting Komentar
Komentar Anda