![]() |
Oleh: Imam Mahalli, S.Pd |
Antara Santri, Internet dan Westernisasi yang Menjalar
(Upaya Memupuk
Dekadensi Akhlak Santri)
Santri merupakan produk pesantren yang menjadi
harapan bangsa dan negara. Kaum sarungan (sebutan khas santri) memang secara mode fashion di kalangan santri mempunyai ciri khas dan dunianya sendiri.
Santri memang di cetak dengan krakter Islam
yang kuat dan tradisi klasik yang kental, mulai dari berpakaian dan segala
aspek pola pikir yang sudah diarahkan ke pemikiran-pemikiran Islam. Pesantren
merupakan “gudang” ilmu Islam, dan di situlah para santri akan memperdalam
ajaran-ajaran syariat Islam.
Selain pihak pesantren yang selalu mengarahkan
santrinya untuk memperdalam ilmu tentang syari’at Islam dan sumber utamanya
adalah kitab kuning, pihak pesantren juga mendidik santrinya untuk menjadi
seorang yang mandiri dan tidak selalu tergantung pada orang tuanya.
Namun,
di sisi lain, Santri juga sangat membutuhan sains
dan teknologi sebagai harapan baru bagi Indonesia tanpa melepaskan nilai-nilai
kepesantrenan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Hal tersebut tentu
dapat menjadi pondasi dalam menjawab tantangan masa depan santri bahkan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Peran santri masa dulu, sekarang, dan mendatang sebagai
mitra pemerintah menjadi kebutuhan dalam memupuk generasi negeri unggul,
generasi yang mempunyai karakter santri berpendidikan dan berpendidikan santri.
Terlepas dari hal di atas, Pesantren saat ini dituntut untuk mampu bersaing
dengan gejolak zaman yang semakin cepat roda putarnya. Persaingan ini bukan
berarti Pesantren meninggalkan ke-khas-annya, tetapi dengan prinsip yang
telah diajarkan yakni “al-muhafadloh ala qodim al-shalih, wa al-akhdzu
bi al-jadid al-ashlah”, yaitu dengan tetap mempertahankan nilai-nilai baku
yang baik dan mengambil langkah baru yang di nilai lebih baik.
Zaman telah menguji santri dan sistem pendidikan Pesantren dengan berbagai
hal dan tipu dayanya. Sehingga menyebabkan menurunnya minat santri dalam
belajar atau menurunnya penjiwaan dirinya sebagai santri utuh.
Tantangan-tantangan tersebut diantaranya pengaruh kuat globalisasi,
westernisasi, dan paham hedonisme.
Pengaruh kuat globalisasi seakan mengajak santri untuk pergi jauh ke dunia
luar melalui berbagai media masa, media komunikasi dll. Minat santri terhadap
kitab kuning kini mulai teralihkan dengan adanya TV, Internet, HP, dan situs
jejaring sosial seperti facebook, twitter, messenger dll.
Pengaruh kebarat-baratan yang dinilai peradabannya lebih maju dengan
berbagai alasan lainnya menyebabkan banyak santri lebih memilih lagu-lagu barat
ketimbang sholawat atau minimal lagu dalam negeri.
Selain gaya seperti itu, yang lebih parah lagi, apabila jiwa santri yang seharusnya
berpanutan pada Rosulullah SAW sebagai panutan mutlak, akan tetapi santri saat
ini mulai mengaca pada group-group (maaf) Punk, Reggae,
Emo,Metal dll. Serta Sudah mulai Terlihat gaya hidup berlebih dan
mulai meninggalkan unsur kesederhanaan.
Sedikit paparan di atas bila kita kaji secara mendalam tampaklah jelas
bahwa hal-hal tersebut telah menjadikan minat belajar santri menurun dan
mengurangi penjiwaan diri dari seorang santri.
Lantas apakah kita (santri) tetap lepas tangan? Jawabannya tidak. Kita
(santri) wajib sadar diri. Karena Tanggung jawab seorang santri selain
mengamalkan ilmu untuk dirinya sendiri tetapi juga meneruskan, merujuk pada
misi Rosulullah SAW yakni, menyebarkan syiar islam (balighuu anni walau ayah),
menyempurnakan akhlaq (Li utammima makarim al-akhlaq), dan bisa
dijadikan panutan masyarakat (Uswah Khasanah). Jadi, setelah kepulangannya
dari Pesantren santri harus mampu menampilkan dirinya sebagai seorang
yang Shalih Ritual (hablu minallah) dan Shalih Sosial
(hablu minannaas).
Dakwah santri sepulang dari Pondok Pesantren wajib hukumnya, karena santri
dipandang orang yang berkompeten terhadap pemahaman agama islam.
Dakwah yang dilakukan setidaknya seperti apa yang telah tersurat dalam al-quran
yakni bi al-hikmah, dan mauidhoh hasanah.
Santri juga harus bisa mejelmakan diri menjadi agent of
change, yakni agen dari sebuah perubahan. Perubahan yang dimaksudkan
adalah perubahan moral masyarakat melalui dakwah-dakwahnya atau melalui
pengajarannya.
Yang terakhir adalah santri harus bisa dijadikan panutan dalam berbagai
hal, seperti Nabi dalam Uswah Hasanah-nya. Karena secara otomatis
santri menjadi warotsah al ambiya’ atau pewaris para Nabi
dalam hal keilmuannya. Jadi, santri harus bisa menunjukkan akhlaknya seperti
akhlak para Nabi yang membawa risalah dari Ilahii.
Posting Komentar
Komentar Anda